Beranda | Artikel
Jazirah Arab dalam Sejarah (Bag. 2): Mengungkap Jejak Arab Mustarabah
1 hari lalu

Setelah membahas Arab Ba’idah yang telah punah dan Arab ‘Aribah yang merupakan suku asli Jazirah Arab, kini waktunya kita mengenal Arab Musta’rabah. Apa itu Arab Musta’rabah? Bagaimana awal terbentuknya? InsyaAllah artikel ini akan mengantarkan Anda untuk mengetahui lebih lanjut terkait Arab Musta’rabah.

Dari Ibrahim ke Makkah: Awal Arab Musta’rabah

Arab Musta’rabah (العرب المستعربة) berasal dari keturunan Nabi Ibrahim (إبراهيم) ‘alaihissalam yang sempat menetap di daerah Irak. Setelah selang beberapa saat, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berhijrah ke beberapa daerah, di antaranya adalah Mesir. Ketika di Mesir, Fir’aun mencoba melakukan tipu daya kepada Sarah (سارة), istri beliau ‘alaihissalam. Akan tetapi, Allah membalikkan tipu daya tersebut kepada Fir’aun. Akhirnya, Fir’aun menyadari bahwa Sarah memiliki hubungan yang kuat dengan Allah sehingga ia menghadiahkan Hajar (هاجر) kepada Sarah. Di kemudian hari, Sarah menikahkan Hajar dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Jejak Nabi Isma’il: Kehidupan di lembah Makkah

Dalam pernikahan Nabi Ibrahim dengan Hajar, Allah mengaruniakannya anak bernama Isma’il (إسماعيل). Hal itu membuat Sarah cemburu. Hal ini memaksa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membawa Hajar beserta Isma’il kecil ke daerah Hijaz (الحجاز). Beliau menempatkan keduanya di lembah tandus di dekat Baitullah yang waktu itu belum berwujud Ka’bah. Saat itu, penduduk sama sekali belum ada. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam membekali keduanya dengan sekantung kurma dan sekantung air. Setelah itu, beliau kembali Palestina. Hari-hari berlalu sampai perbekalan mereka berdua habis. Singkat cerita, memancarlah air dari sumur Zamzam atas karunia dari Allah ‘Azza Wajalla. Dengan demikian, air Zamzam tersebut dapat menjadi makanan bagi keduanya untuk sementara waktu. Selang beberapa waktu, datanglah kabilah dari Yaman, yaitu Jurhum kedua ke Makkah dan menetap di sana setelah mendapatkan izin kepada Hajar, ibunda Isma’il.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam sering mengunjungi Makkah untuk melihat keadaan keluarganya yang ditinggalkan di sana. Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa setidaknya ada empat kali kunjungan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ke Makkah.

Salah satu kunjungannya itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala ceritakan di dalam Al-Qur’an tatkala Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bermimpi menyembelih anaknya, Isma’il. Maka, Nabi Ibrahim menjalankan perintah tersebut. Allah ‘Azza Wajalla berfirman,

فَلَمَّاۤ اَسۡلَمَا وَتَلَّهٗ لِلۡجَبِيۡنِ​ۚ‏ (١٠٣) وَنَادَيۡنٰهُ اَنۡ يّٰۤاِبۡرٰهِيۡمُۙ‏ (١٠٤) قَدۡ صَدَّقۡتَ الرُّءۡيَا ​ ​ۚ اِنَّا كَذٰلِكَ نَجۡزِى الۡمُحۡسِنِيۡنَ‏ (١٠٥) اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الۡبَلٰٓؤُا الۡمُبِيۡنُ‏ (١٠٦) وَفَدَيۡنٰهُ بِذِبۡحٍ عَظِيۡمٍ‏ (١٠٧)

Maka, ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu, Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shaffat: 103-107)

Kisah ini menceritakan minimal kunjungan pertama sebelum Isma’il beranjak dewasa. Tiga kunjungan lainnya disebutkan panjang lebar oleh Bukhari dari Ibnu Abbas. Intinya, tatkala Nabi Isma’il beranjak dewasa dan belajar bahasa Arab dari kabilah Jurhum, penduduk kagum dengan kepribadiannya. Lalu, mereka menikahkan Nabi Isma’il dengan seorang wanita dari kabilah tersebut. Tidak beselang lama, Hajar meninggal dunia. Setelah Nabi Isma’il menikah, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengunjungi keluarganya di Makkah. Namun, beliau ‘alaihissalam tidak mendapati Nabi Isma’il di sana. Akan tetapi, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bertemu dengan istri Nabi Isma’il dan menanyakan keadaan mereka berdua. Istrinya mengeluhkan kesulitan hidup yang mereka alami. Setelah itu, Nabi Ibrahim berpesan kepada Isma’il melalui istrinya agar Nabi Isma’il “mengganti ambang pintu rumahnya”. Setelah mendengar pesan ayahnya, Nabi Isma’il mengerti maksud ayahnya, lalu menceraikan istrinya tersebut.

Setelah itu, Nabi Isma’il menikah dengan wanita lain, yaitu seorang putri Mudhadh bin ‘Amr (مضاض بن عمرو). Mudhadh adalah seorang tokoh dalam kabilah Jurhum. Di kesempatan lain, Nabi Ibrahim berkunjung kembali setelah pernikahan Nabi Isma’il yang kedua. Nabi Ibrahim Kembali tidak mendapati Nabi Isma’il. Kemudian, beliau bertemu dengan istri keduanya dan menanyakan kondisi mereka berdua. Istrinya memuji Allah dan bercerita tentang keadaan mereka yang baik. Maka, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berpesan kepada Nabi Isma’il agar “memperkuat ambang pintu rumahnya”.

Setelah beberapa waktu, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kembali berkunjung ke Makkah dan menjumpai Nabi Isma’il ‘alaihissalam. Ketika Nabi Isma’il bertemu sang ayah, beliau segera menyambut ayahnya dengan penuh kasih, sebagaimana yang dilakukan oleh seorang anak kepada ayahnya. Pertemuan mereka terjadi setelah sekian lama sehingga menimbulkan kerinduan yang mendalam.

Dalam kunjungannya ini, Nabi Ibrahim juga membangun Ka’bah bersama Nabi Isma’il dan meninggikan fondasinya. Setelah itu, Nabi Ibrahim juga berseru kepada manusia untuk melaksanakan ibadah haji sebagaimana yang Allah perintahkan.

Keturunan Nabi Isma’il: Jejak Nabatea dan Arab Adnaniyah

Dari pernikahan Nabi Isma’il dengan putri Mudhadh, Allah menganugerahkan dua belas anak laki-laki, yaitu Nabat (نابت), Qaidar (قيدار), Adba’il (أدبائيل), Mibsyam (مبشام), Misyma’ (مشماع), Duma (دوما), Misya (ميشا), Hadad (حدد), Yatma (يتما), Yathur (يطور), Nafis (نفيس), dan Qaiduman (قيدمان). Dari anak-anaknya tersebut, terbentuk 12 kabilah yang semuanya menetap di Makkah selama beberapa waktu. Mata pencaharian mereka adalah berdagang dari negeri Yaman ke negeri Syam dan Mesir. Setelah itu, kabilah-kabilah ini menyebar ke seluruh Jazirah Arab, bahkan sampai keluar wilayah tersebut. Seiring berjalannya waktu, jejak sejarah mereka hilang, kecuali anak keturunan Nabat dan Qaidar.

Peradaban anak keturunan Nabat (Nabatea) berkembang pesat di wilayah utara Hijaz. Mereka membentuk pemerintahan yang kuat dan diakui oleh orang-orang di sekitarnya. Mereka menjadikan Petra sebagai ibu kotanya. Tidak ada yang mampu menandingi kekuatan mereka sampai bangsa Romawi mengalahkan mereka.

Adapun keturunan Qaidar, mereka senantiasa menetap di Makkah sampai lahirnya Adnan (عدنان) dan anaknya, Ma’ad (معد). Dari Adnan inilah, nasab bangsa Arab Adnaniyyah terjaga. Adnan merupakan leluhur Nabi Muhammad ke-21 dalam silsilah beliau. Ma’ad memiliki anak bernama Nizar (نزار). Nizar memiliki empat orang anak yaitu Iyad (إياد), Anmar (أنمار), Rabi’ah (ربيعة), dan Mudhar (مضر).

Kabilah Mudhar bercabang menjadi dua, yaitu Qais ‘Ailan (قيس عيلان) dan Ilyas (إلياس). Ilyas bin Mudhar memiliki keturunan Tamim bin Murrah (تميم بن مرة), Hudzail bin Mudrikah (هذيل بن مدركة), keturunan Asad bin Khuzaimah (بنو أسد بن خزيمة), dan keturunan Kinanah bin Khuzaimah (بطون كنانة بن خزيمة). Dari keturunan Kinanah, lahirlah Quraisy (قريش). Mereka adalah anak-anak Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah (فهر بن مالك بن النضر بن كنانة).

Quraisy terbagi menjadi banyak kabilah. Kabilah yang terkenal di antaranya adalah Jumuh (جمح), Sahm (سهم), Adi (عدي), Makhzum (مخزوم), Taim (تيم), Zuhrah (زهرة), keturunan Qushay bin Kilab (بطون قصي بن كلاب). Keturunan Qushay bin Kilab terdiri dari Abdud Dar (عبد الدار), Asad bin Abdul Uzza (أسد بن عبد العزي), dan Abdu Manaf (عبد مناف). Abdu Manaf memiliki empat anak: Abdu Syams (عبد شمس), Naufal (نوفل), Al-Muththalib (المطلب), Hasyim (هاشم). Keluarga Hasyim adalah garis keturunan yang Allah pilih sebagai asal Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau adalah putra Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim (عبد الله بن عبد المطلب بن هاشم).

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إن الله اصطفى من ولد إبراهيم إسماعيل، واصطفى من ولد إسماعيل كنانة، واصطفى من بني كنانة قريشا، واصطفى من قريش بني هاشم، واصطفاني من بني هاشم

Sesungguhnya Allah memilih Isma’il dari anak Ibrahim, memilih Kinanah dari keturunan Isma’il, memilih Quraisy dari keturunan Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Kinanah, dan memilihku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim)

Semua keturunan Adnan menyebar ke seantero Jazirah Arab. Di antaranya ada yang bermigrasi ke Bahrain (البحرين), Yamamah (اليمامة), Bashrah (البصرة), Kufah (الكوفة), Madinah (المدينة), Tha’if (الطائف), dan Hauran (حوران). Keturunan Quraisy yang tetap menetap di Makkah. Awalnya mereka hidup terpencar-pencar dan tidak memiliki persatuan hingga muncullah Qushay bin Kilab yang menyatukan mereka. Persatuan ini membuat mereka mulia dan mengangkat kedudukan mereka.

Arab Musta’rabah adalah salah satu pilar utama dalam peradaban Jazirah Arab. Mereka tidak hanya membangun fondasi budaya dan sejarah yang kuat, tetapi juga Allah pilih sebagai garis keturunan lahirnya Nabi terakhir yang mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebuah warisan yang mengingatkan kita akan peran besar bangsa ini dalam sejarah umat manusia.

***

Penulis: Fajar Rianto


Artikel asli: https://muslim.or.id/103078-jazirah-arab-dalam-sejarah-bag-2-mengungkap-jejak-arab-mustarabah.html